Warta Nagari -- Pada awal November lalu, bertempat di bengkel Pratama Steel jorong Bukik Kanduang, posyantek Sitapa malaksanakan workshop pembuatan mesin pencacah.
Dalam workshop tersebut, Posyantek Sitapa menggandeng para pelaku dan pekerja teknik di nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu padang Panjang. Mereka adalah Depi Syafriadi, owner Pratama Steel jorong Bukik Kanduang yang telah lama merakit peralatan-peralatan serupa. Juga ada Windra dari jorong Padang Panjang dengan karya mesin bornya begitu banyak membantu masyarakat menggali sumurnya sendiri.
Workshop tersebut dilaksanakan selama kurang lebih 6 hari. Tanpa di duga, workshop tersebut diikuti oleh puluhann pemuda nagari yang tersebar di 6 jorong yang ada. Hari pertama dimulai dengan pemaparan teori oleh Windra dan Depi.
Windra dan Depi memaparkan apa saja bagian-bagian dari mesin pencacah tersebut. Bagaimana cara kerjanya, dan apa saja yang akan dikerjakan selama workshop. Setelahnya, pada hari ke dua hingga hari ke enam Windra dan Depi mendampingi peserta di lapangan untuk pelahiran bentuk mesin pencacah tersebut.
“Kami sedang mengerjakan proyek membuat mesin pencacah,” ujar Reda selaku ketua pelaksana kegiatan tersebut. Reda juga yang dipercaya nagari sebagai pengurus Posyantek.
“Kurang lebih 6 bulan sudah kami melakukan pemetaan. Hal menarik yang kami temukan adalah begitu banyak ternayata wilayah kita yang sudah berganti tanaman. Tanaman ubi begitu sangat mendominasi. Disamping peternakan juga masih menjadi primadona masyarakat,” ujar Reda lagi.
Dari temuan itu, Reda dan rekan-rekannya di Posyantek menemukan satu persoalan yang sebetulnya bisa dijadikan satu potensi besar. Apa itu? Adalah sampah pertanian ubi itu sendiri. Biasanya, para petani menumpuk saja batang ubinya yang telah dipanen. Setelah batangnya agak kering barulah dibakar. Setelah dibakar, batang ubi tersebut ternyata tidak habis begitu saja. Masih menyisakan tunggul-tunggul yang menghitam. Dan terkadang, dalam onggokan besar itu, justru menjadi tempat yang nyaman bagi hama tikus.
“Batang ubi itu yang baru saja selesai dipanen itu mestinya bisa kita manfaatkan,” papar Ichsan “ucok” Siregar yang juga salah satu pengurus Posyantek.
Menurut Ucok, batang ubi tersebut bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dan yang lebih penting lagi, ketika para petani mengeluhkan ketersediaan pupuk dan juga harganya yang selangit, kenapa tidak mencari alternatif dengan membuat pupuk secara organik.
Berdasarkan itulah kemudian, Reda, Ucok dan rekan-rekannya di Posyantek merasa perlu untuk menginisiasi pembuatan TTG mesin pencacah ini. Pembuatan mesin inilah yang kemudian ditawarkan kepada pemerintah nagari sebagai sebuah inovasi.
Agaknya, Pemerintah Nagari menyambut baik inovasi yang dilakukan oleh Posyantek tersebut. Tak tanggung-tanggung, dengan anggaran yang lumayan besar, Pemerintah Nagari mendukung penuh inovasi teknologi tersebut.
“Terkait Posyantek ini, kami telah menggelar diskusi panjang. Baik itu dengan Pendamping Desa, maupun juga dengan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat. Kami kira, Pemerintah Nagari merasa perlu menyambut baik tawaran pengurus Posyantek tersebut,” sambut Wali Nagari
Sementara itu, Atyu Maini selaku Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat sangat mengapresiasi apa yang dikerjakan oleh pengurus Posyantek Sitapa ini. “Ini baru merupakan satu inovasi. Ini tidak hanya soal hasil, tapi di sisi lain adalah soal proses. Saya kira nagari lain juga melakukan inovasi, tetapi mereka lebih kepada membeli peralatan. Lalu mengklaim telah membuat. Namun, di Sitapa ini mereka langsung membuat dan merakit sendiri,” kata ibu Ayu.
“Diantara banyak pengurus Posyantek yang saya dampingi di kabupaten Lima Puluh Kota, saya kira baru di Sitapa ini saya menemukan satu kreativitas,” sambung ibu modis ini.
Ketika dijumpai di bengkelnya, Windra menjelaskan tentang mesin pencacah tersebut. “Ini belumlah selesai. Saya kira baru 90 persen. Masih perlu kita lakukan pengembangan-pengembangan. Nanti akan kita perbaiki sebagai bentuk finishingnya,” tutup Windra yang juga di damping Depi Pratama Steel.