INOVASI. SITAPA,-- LMF atau Legusa Music Festival merupakan sebuah kegiatan pemberdayaan potensi seni (musik) berbasis masyarakat, yang akan dilaksanakan oleh masyarakat nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang, Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota. Sumatera Barat.
Kegiatan ini berupa proses kreatif bermusik masyarakat pelaku seni (musik) di Nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang. Baik itu seni musik tradisi ataupun seni musik popular yang digeluti oleh anak-anak mudanya, yang kemudian bekolaborasi untuk membuat karya bersama lalu dipentaskan dan dirayakan sebagai wujud ekspresi masyarakat Nagari Sikabu-kabu Tanjung Haro Padang Panjang.
“Sebagaimana di Minangkabau pada umumya, kesenian merupakan sesuatu yang tidak pernah alpa dari masyarakat, meskipun kesenian diberlakukan sebagai parintang-rintang hari atau kerap dikatakan sebagai sambia badiang nasi masak. Begitu juga di nagari Sikabu-kabu Tanjung Aro Padang Panjang ini”, kata Roni Keron selaku kurator festival ini.
“Lihat saja di lapau-lapau yang ada di nagari kita, paling tidak ada saja masyarakat yang gemar meniup saluang, menggesek rabab, berdendang sambil menunggu kantuk di palanta lapau tersebut. Ini mengindikasikan bahwa dalam masyarakatkita sesungguhnya punya orang-orang yang begelut dengan hal kesenian itu, ya katakanlah semacam modal kultural. Tetapi kita tidak pernah menyadari itu sebagai sebuah potensi yang bisa dirayakan secara bersama oleh masyarakat kita”, tambahnya.
Gagasan ini yang kemudian dikembangkan oleh teman-teman yang bergiat di Ruang Kreatif La Paloma dan teman-teman yang begiat di Sanggar Puti Ambang Bulan. Dua komunitas tersebut memang berbasis di nagari Sikabu-kabu Tanjung Aro Padang Panjang. Dimana mereka mendorong masyarakat pelaku seni (musik) di nagari untuk berproses bersama.
“Masing-masing jorong akan didorong untuk membentuk sebuah kelompok musik, kemudian masing-masing kelompok tersebut didampingi oleh satu orang mentor yang didatangkan dari Padang dan Padangpanjang, guna memfasilitasi kelompok untuk membantu mewujudkan karya musik seperti apa yang akan dibuat”, begitu kata Andes Satolari yang dipercaya menjadi direktur festival ini.
“Saat ini sudah mulai proses di masing-masing jorong, diantaranya jorong Tanjung Aro Selatan mencoba mengembangkan ansambel Talempong Sikatuntuang yang menjadi kebanggan masyarakatnya. Jorong Padang Panjang dan Tanjung Aro Utara mencoba mengkolaborasikan rabab, saluang, talempong dengan instrumen musik popular dan membuat semacam aransemen musik baru untuk dendang-dendang Minangkabau. Kemudian jorong Lakuak Dama mengembangkan topuak kandik dalam randai menjadi semacam komposisi musik yang lebih atraktif. Sementara itu jorong Sikabu-kabu membuat komposisi musik dari legenda yang bekembang di Sikabu yaitu cerita Puti Ambang Bulan. Apapun hasilnya setelah proses selama 2 atau 3 bulan, kelompok-kelompok inilah yang nanti akan dipentaskan menjadi perayaan bersama di nagari”, tambah Andes.
“Tentu harapannya pemerintahan di nagari, baik itu Wali Nagari, Bamus, ataupun anggota DPRD daerah pilihan nagari Sikabu-kabu Tanjung Aro Padang Panjang tidak hanya membantu lewat ucapan semata, paling tidak mereka bisa duduk bersama dengan pegiat-pegiat kreatif dalam nagari untuk membicarakan potensi-potensi lain di nagari yang kemudian bisa dinikmati oleh masyarakat melalui perayaan-perayaan tahunan, atau festival tahunan yang berbasis masyarakat, tentunya didukung juga oleh anggaran ditiap tahunnya. Karena negeri apapula yang tidak puya perayaan kebersamaan sebagai wujud ekspresi masyarakatnya”, tutup Roni Keron.