Seni & Budaya Nagari, LegusaFest--|| Namanya Andi Mardelim, pria yang lahir di Payakumbuh 33 tahun yang lalu. Dari kecil, tumbuh besar di lingkungan yang tak pernah sepi, terminal antar kota dalam provinsi, tepatnya Bulakan Balai Kandi, Koto Nan Empat kota Payakumbuh. Sebagaimana terminal, adalah tempat pertemuan sekaligus perpisahan bagi sebagian orang. Sebuah tempat dengan pola dan ritma yang tidak dapat diterka, kadang bisa saja dimulai dengan sukat-sukat genap, kadang bisa saja dengan matrik-matrik yang teramat ganjil. Pada irama inilah Andi kecil dibesarkan. Bagaimana ia mengingat dengan fasih kedai kecil milik orang tuanya di sudut terminal yang kerap dijadikan tempat ngetem para pengamen, dan pengamin, yang kemudian menjadi ruang perjumpaan pertamanya dengan musik. Pengalaman musikal tersebut agaknya tumbuh dalam dirinya, yang kemudian mendorong Andi dan kawan-kawan membuat Band, dan pada tahun 2006 Band ini mengeluarkan single album perdananya.
Tidak hanya itu, Andi juga menggeluti dunia gerak. Sebagaimana pula ia mengingat, sekitar tahun 2003 hingga 2005, saat itu breakdance sebagai salah satu genre dalam dunia gerak merambahi anak-anak muda kota Payakumbuh. Meskipun di Amerika dan Eropa sudah mulai sekitar 20 tahun sebelumnya. Anak-anak muda yang bercelana besar dengan bandana di kepala, helm skateboard, mereka berkeliling pasar sambil membawa tape. Kemudian, menggelar alas, dan mereka meliuk-liuk satu persatu, dan ia adalah salah satu diantara mereka. Rupanya tak hanya musik, dunia taripun juga dijumpai Andi di jalanan. Dunia yang beberapa puluh tahun ke depannya mampu menghidupinya.
Sebagaimana tari, adalah sebuah kerja kreatif menyoal ketubuhan, menyoal gerak serta garik, agaknya dunia yang satu ini begitu menarik bagi Andi. Tari mengingatkannya pada gerak-gerak silat yang pernah ia pelajari di rumpun bambu di masa kecilnya. Tari dan silat, ia seolah menemukan semacam alur yang sama antara keduanya, serupa segendang sepenarian. Oleh karena itu, Andi semakin bergairah untuk menekuni dunia ini. Menyadari bahwa ia memperoleh pengalaman tari secara otodidak, maka Andi begitu gemar mengikuti workshop-workshop tari, dan ikut bergabung kesana kemari dari satu sanggar ke sanggar yang lain. Ia belajar tari-tari tradisi, maupun kreasi.
Pertemuan Andi dengan banyak orang, serta pengalaman-pengalaman kepenarian membuat Andi semakin optimis. Ini kemudian mendorong Andi untuk mendirikan sanggar kesenian sendiri, ia mendirikan ruang kesenian Minanga Center, yang kemudian bertransformasi menjadi Komunitas Minanga Centre. Semacam studio untuk mengenal seni tradisi, mengolah tubuh, menciptakan gerak untuk karya-karyanya. Terkadang juga sebagai ruang belajar bagi anak-anak seusia sekolah dasar.
Bagi Andi, kesenian sejati milik masyarakat, maka selayaknya kesenian juga dimainkan oleh masyarakat. Masyarakat bukanlah sebagai objek yang diam, melainkan subjek yang menggerakkan. Oleh karena itu, Andi banyak menceburkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak. Mengajak masyarakat untuk memvitalkan kembali apa yang mereka miliki. Salah satunya, Andi mempunyai ruang belajar bersama masayarakat di nagari Harau, yaitu Ruang Belajar Bintang Harau. Disini Andi mengajak masyarakat Harau, baik itu ibu-ibu, serta anak-anak menggali kesenian yang pernah ada, mendiskusikannya secara bersama-sama, lalu dipelajari kembali, serta dipentaskan bersama masyarakat. Upaya ini tentu membangkitkan gairah masyarakat, dengan tidak sendirinya mereka telah membangun semacam atmosfer seni di nagari mereka sendiri. Tidak hanya tari, Andi juga mengajak beberapa temannya untuk menjadi volunter dalam bidangnya. Diantaranya musik, drama, serta juga kelas-kelas ilmu pengetahuan lainnya.
Selain itu, Andi juga berkontribusi di Legusa Fest sebuah perayaan kesenian anak nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang. Dengan bekal pengalaman-pengalaman berkegiatan di masyarakat Harau tentu dengan sangat mudah Andi untuk menerapkan di Legusa Fest. Andi kemudian dipercaya sebagai fasilitator untuk bidang tari, dimana Andi mendorong anak-anak nagari Tanjung Haro untuk membuat karya mereka sendiri. Diawali dengan mengajak anak-anak nagari memetakan apa kemudian kearifan-kearifan lokal yang ada disekitar mereka, yang dekat dengan mereka, kearifan inilah yang kemudian diwacanakan dalam karya tari. Lantas setelahnya mengeksplorasi kedalam gerak-gerak, dan menyususnnya menjadi semacam komposisi gerak.
Proses-proses serupa inilah yang selalu dilakukan Andi dibanyak komunitas masyarakat terutama di luak Limo Puluah, Payakumbuh dan Lima Puluh Kota. Agaknya, Andi ingin mencoba yang lebih luas untuk wilayah Sumatera Barat. Bersama PYAC (Payakumbuh Youth Artee Commiitee) sebuah ruang seni anak muda kota Payakumbuh yang diinisiasinya, mendorong seniman-seniman muda Sumatera Barat untuk bersama-sama secara kolektif mengkampanyekan sebuah gerakan kesenian dan masyarakat, yaitu memulangkan kembali kesenian kepada masyarakat. Yaitu dengan cara membuat ruang-ruang seni alternatif ditengah-tengah masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelaku utamanya. Dengan cara ini, kesenian kita akan lebih hidup dan tersebar dibanyak tempat.(LeguSafest)