Warta Nagari -- Barangkali, beberapa hari ini ada beberapa orang di masyarakat kita yang datang ke rumah-rumah. Mereka datang sambil mengajukan beberapa pertanyaan. Mulai dari pertanyaan tentang data diri, sampai pertanyaan tentang rumah tangga. Tak perlu risih dan resah dengan kedatangan mereka. Mereka adalah petugas pendata SDGs. Mereka adalah relawan yang akan mendata seputar kehidupan masyarakat mulai dari aspek ekonomi, kesehatan, lingkungan, pendidikan, agama, dan sosial budaya.
Lalu, apa sebenarnya SDGs itu? Data seperti apa yang akan didapatkan, dan untuk keperluan apakah data-data tersebut?
SDGs adalah kepanjangan dari Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Lengkapnya bisa dilihat di sini. Jadi ini bukan hanya program pemerintah Indonesia, melainkan adalah program dunia melalui PBB.
Di Indonesia, sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan nasional, SDGs tersebut perlu dilakukan hingga ke tingkat desa. Disinilah kemudian peran pemerintah melalui Kementrian Desa.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah menerbitkan Permendesa PDTT No. 13 Tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa. Jadi, dalam regulasi ini telah diatur tentang prioritas penggunaan Dana Desa pada tahun 2021 yang juga fokus terhadap upaya pencapaian SDGs. Artinya, pemerintah sangat serius untuk menyukseskan pencapaian SDGs ini.
Lalu, hal ini juga diperkuat oleh Peraturan Mentri Desa Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi nomor 21 tahun 2020 tentang pedoman umum pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Lalu, bagaimana caranya SDGs ini bekerja?
Pertama-tama, relawan turun ke masyarakat untuk bertanya banyak hal. Salah satu pertanyaan misalnya terkait rumah tangga. Berapakah jumlah anak di dalam rumah tangga? Berapa orang yang bersekolah? Berapakah jarak rumah ke sekolah? Dan mereka ke sekolah menggunakan transportasi apa?
Dari pertanyaan di atas tentu akan didapatkan data jumlah anak-anak yang bersekolah di desa. Transportasi apakah yang mereka gunakan. Jika seandainya jawaban terbanyak adalah jalan kaki, maka sesuai kondisi riil tersebut, SDGs akan merekomendasikan pemerintah desa untuk memfasilitasi anak-anak sekolah dengan trasportasi umum. Nah, itu baru satu soal, begitu juga nanti soal-soal pertanian, atau persoalan-persoalan lainnya di masyarakat.
“Selama ini barangkali kita hanya mengandalkan data-data masyarakat dari BPS (Badan Pusat Statistik) saja, barangkali juga selama ini kita mengandalkan data-data yang didapatkan 10 tahun yang lalu. Tentu setiap tahun kondisi masyarakat sudah jauh berubah. Sementara untuk pembangunan desa tentu dibutuhkan data-data terbaru. Agar supaya pembangunan di desa tepat sasaran. Dan, semoga kita bisa mengejar waktu pendataan, dimana pemutakhiran data SDGs ini dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret lalu hingga 31 Mei mendatang,” ujar Endang selaku pemegang program ini.
Intinya, SDGs ini nantinya akan memutakhirkan atau mendapatkan data terbaru terkait masyarakat desa. Data-data tersebut mulai level keluarga, warga, hingga memutakhirkan data pada level desa. Data inilah kemudian yang diolah, dianalisis, sesuai kaidah SDGs. Kemudian didapatlah data riil di lapangan kondisi suatu masyarakat. Dari kondisi riil inilah kemudian SDGs desa merekomendasikan pembangunan dan pemberdayaan seperti apa yang cocok dan tepat yang akan dilakukan di suatu masyarakat? Tentunya yang sesuai dengan hasil analisis SDGs di lapangan.
Sementara, wali nagari berharap masyarakat juga antusias dengan program yang sangat bagus ini. “Kami berharap masyarakat tidak risih dengan kedatangan mereka. Dan masyarakat mau dengan jujur menjawab segala pertanyaan yang diajukan para relawan tersebut. Karena ke depannya, arah pembangunan di nagari kita akan berdasarkan dari jawaban-jawaban itu,” tutup wali nagari.