“Pelatihan potensi ubi nagari, jaya masyarakat Sitapa. Jaya, jaya, jaya,” begitu sebuah yel-yel menggema di ruang pertemuan nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang atau Sitapa pada sore Jumat 19 Juli 2024. Yel-yel tersebut disorakan oleh 30 orang lebih kaum perempuan masyarakat Sitapa.
Ke 30 perempuan itu merupakan perwakilan dari 6 jorong yang ada di nagari Sitapa. Mereka mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan pengolahan ubi dan turunannya. Dari ubi menjadi tepung. Dari tepung menjadi mie. Dari mie menjadi menu santapan yang enak dan juga sehat.
“Pelatihan ini merupakan program bidang pemberdayaan tahun 2024. Program ini didasari oleh banyaknya potensi ubi di nagari Sitapa, khususnya jorong Padang Panjang. Brangkali, lebih dari separoh wilayah jorong Padang Panjang ini ditanami ubi oleh masyarakat. Ubi-ubi itu kemudian menjadi bahan baku untuk menyuplai permintaan bengke Sanjay di kota Bukittingi, Payakumbuh, Kabupaten Agam, dan juga Kabupaten Lima Puluh Kota. Bagaiamana kemudian potensi ini bisa pula diolah langsung oleh masyarakat kita, dan menjadi produk jadi. Yang mungkin juga bisa jadi komoditi nagari,” kata Herry Wanda selaku pemerintah nagari.
Atas alasan itu, pemerintah nagari membuat program pelatihan yang berkelanjutan ini. Tentu dengan tujuan mendorong terciptanya unit usaha bagi masyarakat. Berkelanjutan maksudnya adalah mencoba menguliti ubi dari hulu hingga hilirnya. Dari ladang hingga menjadi produk yang siap dipasarkan. Nagari Sitapa akan dibayangkan menjadi kampung mokaf, atau bahakan juga kampung mie sehat di Lima Puluh Kota.
Tak tanggung-tanggung, pelatihan atau workshop itu berlangsung selama 3 hari. Hari pertama, merupakan pembekalan peserta. Peralatan dan bahan-bahan apa saja yang sekiranya perlu dipersiapkan dalam pelatihan tersebut. Hari kedua, Mimi Harni, seorang dosen Politeknik Pertanian Universitas Andalas Payakumbuh memberikan pengalamannya bagaimana mengolah ubi batang menjadi tepung mokaf. Mengolah labu, wortel, dan bayam sebagai bahan pewarna alami. Kemudian, tepung mokaf diolah menjadi mie mentah.
Hari ke tiga, Rio Wirawan yang merupakan koki di Kafe Gerobak Kopi berbagi pengetahuan bagaimana membuat ramuan atau bumbu yang enak dari olahan mie. Rio menawarkan membuat mie ramen Sitapa, mie lambok Sitapa, Mie goreng boluk Sitapa, dan mie nyemek Sitapa.
“Saya kira ubi dan turunannya berupa tepung mokaf mokaf ini bisa menjadi jawaban dari persoalan-persoalan kekinian kita,” kata Buk Mimi dalam penyampaiannya. “Pertama kata Buk Mimi, bisa menjadi bahan olahan makanan atau alternatif untuk trend makanan kita yang jelas-jelas tidak sehat. Kedua, melalui tepung mokaf secara ekonomi bisa memberdayakan masyarakat baik itu di skala rumahan ataupun skala industri kecil,” lanjutnya.
Bagaimana tidak, pembuatan tepung mokaf ini relatif mudah dan juga murah. Dengan peralatan seadannya di rumah-rumah pun bisa dilakukan. Tinggal mengetahui rumus komposisi campuran untuk proses perendamannya. Serta penjemuran dengan cara yang pas, maka akan bisa menghasikan tepung mokaf yang siap untuk dijadikan penghasilan. Tepungnya saja, sudah bisa dipasarkan. Apalagi kemudian punya kemampuan untuk mengolah menjadi makanan-makanan lainnya. Tentu nilainya akan bisa menjadi 3 kali lipat.
“Kalau nanti ibu-ibu ini memang produktif memproduksi bahan baku, saya siap untuk menampungnya untuk kemudian ditawarkan sebagai menu utama di tempat saya bekerja,” tantang Rio disela-sela prakteknya.
Sinta, salah satu warga jorong Padang Panjang tidak dapat menyurukan rasa senangnya pada kegiatan workshop itu. Berulangkali ia bolak balik ke ladang ubi miliknya. Berulangkali pula ia mempraktekan ilmu yang didapatkan pada workshop beberapa hari lalu itu. Dan sebanyak itu pula ia mendapatkan pujian dari suaminya. Bahwa, menu yang ia dapatkan dalam workshop tempo hari cukup menitikan air selera.
“Saya optimis bisa menjadikan pengetahuan pengolahan ubi ini untuk tambahan menu dari usaha yang akan saya kembangkan nantinya,” kata Sinta sambil menyuap sendok terakhir mie di piringnya.